Selasa, 25 Maret 2014

(KLHS) RTRW Kabupaten Kerinci terindikasi belum Penuhi Sustainable Development

Ilustrasi
Dalam dua dekade terakhir ini masyarakat luas, kalangan perusahaan, akademisi, pemerintahan, dan para pegiat lingkungan serta LSM di Indonesia umumnya telah banyak mengenal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Namun belum banyak yang mengetahui bahwa dalam satu dekade terakhir di berbagai pelosok dunia telah berkembang pula instrumen baru yang dikenal sebagai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program (definisi KLHS dalam RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.
KLHS dilaksanakan/ dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, karena pada prinsipnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.
Sampai pada tahun 2014 masih belum banyak Pemerintah Daerah yang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang berdasarkan hasil kajian KLHS. KLHS sendiri baru bersifat mandatory ketika Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 di-sahkan, sebelumnya KLHS hanya bersifat voluntary dan hanya mengacu kepada peraturan menteri lingkungan hidup. Setelah legitimasi atas KLHS tersebut di-sahkan pun pelaksanaannya masih belum dilakukan secara menyeluruh di tataran pemerintah daerah di Indonesia mengingat tata cara pelaksanaan KLHS ini pun memerlukan sosialisasi kepada setiap Pemerintah Daerah. Belum ditetapkannya Peraturan Pemerintah yang memaparkan mengenai tata cara pelaksanaan KLHS inipun menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih banyaknya KRP di tataran Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang belum di susun berdasarkan rekomendasi dari hasil KLHS.
Pintu masuk kawasan TNKS di Lempur

Pro dan Kontra yang terjadi pada rencana pembangunan jalur evakuasi pada kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan salah satu akibat dari tidak adanya penyelarasan aspek yang menjadi dasar pertimbangan dalam merencanakan pembangunan daerah. Dari hasil penelusuran saya terhadap berbagai sumber, Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci 2012-2032 belum disusun berdasarkan rekomendasi hasil KLHS sehingga terdapat indikasi bahwa pembuatan Perda tersebut masih belum memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup.
Pada tahun 2017 Perda tersebut akan di evaluasi kembali sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang yang mengamanatkan agar setiap rencana tata ruang wilayah di revisi sebanyak satu kali dalam kurun waktu lima tahun.

Menjadi harapan kita bersama kedepan agar pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah daerah dapat memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup secara lebih terinci dan sistematis. Selain itu, Kesalahan-kesalahan investasi yang mungkin dilakukan oleh setiap daerah dapat dicegah sehingga perlindungan terhadap asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup akan menjamin berlangsungnya pembangunan berkelanjutan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar