Minggu, 25 Agustus 2013

Uang Kuliah Tunggal*


Oleh:
Rama Septiawan/E14100028**
*Bahan Diskusi dalam Siaran Radio Andalas FM 26 Agustus 2013
**Mahasiswa Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor angkatan 47

Sebelum mengetahui tentang Uang kuliah tunggal harus kita ketahui juga apa yang disebut sebagai Biaya Kuliah Tunggal. Menurut Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 Biaya Kuliah Tunggal (BKT) merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri, sedangkan uang kuliah tunggal (UKT) merupakan sebagian biaya kuliah kuliah tunggal yang di tanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya.
Biaya kuliah tunggal digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada mahasiswa masyarakat dan Pemerintah, sedangkan Uang kuliah tunggal (UKT) ditetapkan berdasarkan biaya kuliah tunggal dikurangi biaya yang di tanggung oleh pemerintah.
 (Pasal 88 ayat 1 UU No.12 Tahun 2012 tentang PENDIDIKAN TINGGI)
Ada 3 (tiga) dasar yang digunakan pemerintah sebagai pertimbangan dalam menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi (Biaya Kuliah Tunggal), yaitu:
1)      Capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi
2)      Jenis program studi; dan
3)      Indeks Kemahalan Wilayah.
Agar BKT tersebut dapat terpenuhi maka Pemerintah memberikan bantuan Operasional PTN. Dalam memberikan Bantuan Operasional PTN, pemerintah mengalokasikan sedikitnya 30% dari dana anggaran fungsi pendidikan untuk dana penelitian di PTN dan PTS (UU No.12 Th 2012 Pasal 98 ayat 5 dan 6)
Uang kuliah tunggal terdiri atas beberapa kelompok yang ditentukan berdasarkan kelompok kemampuan ekonomi masyarakat. Biaya kuliah tunggal dan Uang Kuliah Tunggal dapat dilihat pada lampiran yang menyertai Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 untuk setiap perguruan Tinggi Negeri yang di bawahi oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Untuk Mahasiswa yang tergolong dalam kelompok 1 dan 2 harus berjumlah minimal 5% dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap perguruan tinggi negeri.Perguruan Tinggi Negeri tidak boleh memungut uang pangkal dan pungutan lain selain uang kuliah tunggal dari mahasiswa baru program S1 dan Program Diploma mulai tahun akademik 2013-2014
Prinsip Dasar penetapan BPOTN, BKT, dan UKT adalah
….uang kuliah yang ditanggun oleh mahasiswa diusahakan semakin lama semakin kecil dengan memperhatikan masyarakat yang tidak mampu (afirmasi), subsidi silang (yng kaya mensubsidi yang miskin), dan pengendalian biaya yang tepat….

Dalam peraturan mengenai UKT ini terlihat bahwa Pemerintah yang hal ini melalui Dirjen DIKTI memberikan keringanan kepada para calon mahasiswa baru yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dengan menghilangkan pungutan uang pangkal dan pungutan lain. Segala bentuk pungutan selain Uang Kuliah tunggal tidak dibenarkan. Uang Pangkal yang biasa dipungut oleh PTN di sebarkan ke dalam setiap semester. yang artinya keringanan ini diberikan kepada calon mahasiswa baru dalam bentuk mereka tidak perlu membayar uang pangkal yang jumlahnya sangat besar namun dibayarkan dalam setiap semester. dengan adanya subsidi silang akan menyamaratakan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi warga Negara Indonesia.
Permasalah yang terjadi saat ini adalah kurangnya sosialisasi dan transparansi dari PTN-PTN yang menerapkan UKT untuk pertama kali ini sehingga banyak para Orang tua dari calon mahasiswa baru yang merasa keberatan dengan Jumlah yang harus mereka bayarkan dalam setiap semesternya. Untuk PTN yang telah lama menerapkan system yang hampir sama seperti UKT seperti IPB, tidak terjadi complain dari para calon mahasiswa baru karena jumlah uang kuliah yang harus dibayarkan disampaikan dengan jelas. Sistem subsidi silang telah lama diterapkan di IPB terhadap para mahasiswa. Prinsip yang digunakan adalah, bagi mahasiswa yang orang tuanya berpenghasilan rendah, maka akan membaya r uang kuliah lebih rendah. Sebaliknya, mahasiswa yang orang tuanya berasal dari kalangan lebih mampu membayar lebih tinggi.


Selain dari factor universitas yang kurang melakukan sosialisasi dan tidak transparan, factor kejujuran calon mahasiswa baru (maba) dalam mengisi form juga menjadi penghambat berjalannya peraturan ini dengan baik. Calon mahasiswa baru hendaknya dapat memberikan informasi tentang biaya kuliahnya dengasejujur-jujurnya. Pengisian form secara tidak jujur akan mempersulit calon mahasiswa itu sendiri nantinya.

Jumat, 17 Mei 2013

PERAN SERTA TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DALAM PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT*


Oleh:
Rama Septiawan/E14100028**
*Tugas Makalah Mata Kuliah Pengusahaan Hutan Tahun 2013
**Mahasiswa Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor angkatan 47

Indonesia merupakan Negara dengan dengan sumberdaya alam yang luar biasa banyaknya. Sumber daya alam Indonesia berupa minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km.
Sumberdaya yang luar biasa ini tidak seimbang dengan jumlah penduduk di Indonesia yang populasinya sebesar 237 juta jiwa pada tahun 2010. Dengan jumlah penduduk sebesar ini Indonesia termasuk negara berpenduduk terbesar keempat di dunia.
Jumlah angkatan Kerja di Indonesia yang mencapai 110 juta jiwa, 7 juta di antaranya meerupakan pengangguran terbuka (Badan Pusat Statistik, 2012). Masih banyak penduduk Indonesia yang berada dalam angkatan kerja yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Ketidakseimbangan ini membuat masyarakat yang berada dalam angkatan kerja pengangguran terbuka ini untuk memutar otak mencari cara agar mendapatkan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama bagi masyarakat yang berada dalam kelas menengah kebawah.
            Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan salah satu program pemerintah dimana Penduduk Indonesia diberikan kesempatan untuk bekerja di luar negeri seluas-luasnya. Sebanyak hampir 4juta penduduk Indonesia telah ditempatkan di luar negeri sejak tahun 2006 (dikutip dari www.bnp2tki.go.id). Tidak dapat dipungkiri jasa yang diberikan oleh tenaga kerja di Indonesia saat ini sangatlah besar. Jasa tersebut tidak saja bersifat langsung seperti kepada keluarga yang mendapatkan kiriman uang dari mereka, tetapi juga akibat tidak langsungnya berupa bangkitnya ekonomi pedesaan dan daerah karena transaksi yang cukup intensif dari uang yang dikirim TKI. Karena itu, tidak heran bla disuatu wilayah yang jumlah TKI-nya cukup banyak, maka wilayah tersebut akan tampak rumah-rumah yang bagus dan permanen, ramainya pasar karena banyak pembeli dan tumbuhnya produsen keperluan rumah tangga skala kecil dan menengah.
            Permasalahan yang sering terjadi ketika TKI yang bekerja diluar negeri mengrimkan uang ke kampung halaman adalah uang tersebut sering dirasakan terlalu cepat habis karena daya konsumsi yang meningkat. Berdasarkan keadaan ini masyarakat mulai berpikir bagaimana mengembangkan uang hasil kerja keras mereka diluar negeri. Sebagian besar masyarakat ini menanamkan modalnya ke dalam sektor pertanian dan peternakan seperti berkebun tanaman holtikultura dan berternak sapi.
Sektor kehutanan sampai saat ini belum menjadi sektor yang menarik bagi masyarakat untuk menanamkan modalnya. Padahal penghasilan TKI yang bekerja diluar negeri ini merupakan sumber modal yang lumayan besar jumlahnya untuk dikembangkan dalam sector hutan rakyat. Permasalahan terbesar yang masih dihadapai dalam pengembangan htan rakyat sampai saat ini adalah bagaimana memberikan modal kepada masyarakat untuk membangun hutan rakyat. Pengembangan skema pembangunan hutan rakyat dari penghasilan TKI ini merupakan skema yang dirasa patut untuk dikembangkan lebih lanjut demi menjsejahterakan masyarakat.
Pembangunan hutan rakyat merupakan suatu investasi masa depan bagi masyarakat yang mau menanamkan modalnya dalam bidang ini. Selain manfaat ekonomi terdapat manfaat lainnya yang dapat diperoleh dengan dibangunnya hutan rakyat ini seperti adanya iklim mikro yang dapat dirasakan langsung pengaruhnya oleh masyarakat yang membangun hutan rakyat.
Hambatan yang mungkin ditemukan dalam pengembangan skema ini adalah masalah kepemilikan lahan oleh masyarakat dan pengetahuan tentang pengelolaan hutan rakyat yang masih rendah di kalangan masyarakat. Permasalahan ini tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah, para akademisi, dan siapapun yang ingin mengembangkan hutan rakyat sebagai suatu sumber penghasilan yang mensejahterakan masyarakat di pedesaan.

Jumat, 22 Maret 2013

Cara Aktivasi Windows XP Home Edition


Setelah posting tentang aktivasi windows 7, kali ini wisnuclopedia akan sedikit cerita tentang bagaimana aktivasi windows XP yang di bilah pojok kiri bawah tertera TRIAL 30 hari.
Ada banyak sekali cara2 yang digunakan oleh user dalam mengatasi hal tersebut, tapi kali ini wisnuclopedia akan membahas dengan meggunakan system registri pada windows. Tentunya sobat semua tahu apa itu yang disebut registri??
Sebelum banyak bercerita ini-itu, mari kita segera ke Tempat Kejadian Perkara; 

Pertama; yang harus sobat lakukan adalah pastikan cpu dalam keadaan nyala, dan sudah terinstal OS, yang katanya Trial 30 hari.

Kedua; Buka Registry Editor, Caranya klik “Run” (Start_R) Ketik “Regedit” OK
(cari bagian yang bertuliskan seperti dibawah ini)
HKEY_LOCAL_MACHINE\SOFTWARE\Microsoft\Windows NT\CurrentVersion\WPAEvents
Lihat gambar di bawah ini’

Double klik dan ganti dengan kode di bawah ini :
FF D5 71 D6 8B 6A 8D 6F D5 33 93 FD
Klik OK

Ketiga; Klik kanan direktori WPAEvents kemudian klik "permissions for WPAEvents"
Muncul jendela seperti ini, klik System kemudian ceklist semua kotak Deny di bawahnya;


klik OK kemudian Restart komputer.

Sumber : http://wisnuclopedia.blogspot.com/2012/05/cara-aktivasi-windows-xp-home-edition.html#.UUvhGBcqySo

Jumat, 01 Maret 2013

ayat 4 Pasal 9 UU No 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terlupakan


Gambar diatas merupakan potongan dari UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria. pasal 19 ini menjelaskan tentang pemberian kepastian hukum atas hak-hak atas tanah, baik hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak-pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut-hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut (Pasal 16 ayat (1) UU No 5 Tahun 1960). sepertinya apa yang amanatkan oleh ayat 4 pasal 19 ini sudah dilupakan oleh pemerintah, atau jangan-jangan Pemerintah saat ini memang tidak tahu bahwa ada kalimat ini dalam UUPA. jika kita ambil sudut pandang yang berpikir positif, mungkin saja ada hal-hal lainnya yang membuat apa yang di amanatkan oleh ayat 4 pasal 19 ini tidak dilaksanakan pada saat ini. Namun Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mempermudah urusan masyarakat mau tidak mau harus menjalankan apa yang diamanatkan oleh UU ini.

Kamis, 28 Februari 2013

Hak yang ter-semukan oleh Pemerintah


Bagi orang ekonomi, tabel diatas bukan merupakan suatu hal yang asing.
Private good merupakan barang yang mempunyai sifat rivalry dan exclusive, sifat rival artinya suatu barang tidak dapat dinikmati secara bersama dalam waktu yang sama tanpa saling meniadakan manfaat. sifat eklusif artinya unutk mengkonsumsi barang tersebut diperlukan syarat. syarat tersebut misalkan saja untuk menikmati manfaat suatu barang maka seseorang tersebut harus membayar terlebih dahulu sebagai syarat untuk menikmati manfaat barang tersebut. Sifat non rival artinya barang yang dapat dikonsumsi bersama dalam waktu yang sama tanpa saling meniadakan manfaat. sifat non ekslusif artinya seseorang tidak memerlukan syarat untuk menikmati barang publik.

Pemerintah sebagai otoritas tertinggi dalam usaha pemanfaatan sumberdaya alam di Indonesia sebagai diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 2 menyatakan bahwa "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara". jika dilihat dari sifat barangnya maka cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tersebut termasuk dalam barang yang non-excludable. Sehingga barang tersebut bisa tergolong ke dalam Common goods ataupun Public goods.

Dilihat dari kebijakan pemerintah terhadap kehutanan saat ini, terjadi suatu overtaking kekuasaan dimana pemerintah tidak lagi bermain di ranah non-excludable property tapi juga masuk kepada ranah excludable property. bahkan saat ini pemerintah mulai bermain kepada barang yang mempunyai sifat private good.

Perhatikan cerita berikut "Suatu hari, Seorang petani yang mempunyai sebatang kayu Suren ditengah kebun kopi miliknya sendiri, harus menebang pohon tersebut untuk membantu bahan kayu untuk anaknya yang sedang membuat rumah. namun karena rumah yang sedang dibangun oleh anaknya itu berada diluar kota maka petani tersebut harus mengurus surat ke kepala desa, tak cukup hanya ke kepala desa petani tersebut juga harus mengurus surat keterangan ke Dinas Kehutanan setempat agar kayu yang ia tebang tersebut benar-benar diakui oleh dan diverifikasi sebagai kayu miliknya yang ditebang dari kebunnya sendiri"

dari cerita tersebut diatas, bayangkan saja seorang petani yang menanam Suren di lahan miliknya sendiri harus susah payah untuk dapat membawa kayu tersebut ke tempat anaknya yang sedang membangun rumah. Coba kita ganti kayu tersebut sebagai kopi yang ditanam petani itu di lahan nya sendiri, apakah petani tersebut harus mengurus surat kesana kemari untuk dapat membawa kayu tersebut ke luar kota? TIDAK.

begitupun dengan hutan rakyat yang saat ini sedang gencar-gencarnya dikembangkan oleh pemerintah. Pemerintah sebenarnya tidak mempunyai hak untuk mengatur hutan rakyat yang nota bene bahwa kayu yang ditanam tersebut merupakan milik rakyat, di lahan milik rakyat sendiri. otomatis bahwa kayu tersebut merupakan barang private dari rakyat.

Lalu kenapa Pemerintah melakukan langkah Overtaking ini?

Rabu, 27 Februari 2013

Takicuah Di Nan Tarang (versi 2)


Am             E                Am
Tigo tahun lah denai nanti
Am                                           E
Den siram bungo patang jo pagi
Dm                               Am
Tapi apo nan tajadi dik oi
F                      E                      Am
Bungo den siram, kambang tak jadi

Am             E                Am
Bamulo cinto tumbuh dihati
Am                                           E
Adik bajanji indak ka bapisah lai
Dm                               Am
Tapi apo nan tajadi dik oi
F                      E          Am
Sabana padiah hati di dutoi


Reff
Dm              E
Apo salah denai dik kanduang
C                 Fm
Apo salah denai batinggakan
Dm              E
Manga pinangan urang nan batarimo
F   E            Am
Takuiknyo denai, adiak ka sansaro

Takicuah Di Nan Tarang


Fm             C                Fm
Tigo tahun lah denai nanti
Fm                                           C
Den siram bungo patang jo pagi
A#m                             Fm
Tapi apo nan tajadi dik oi
C#                    C                      Fm
Bungo den siram, kambang tak jadi

Fm             C                Fm
Bamulo cinto tumbuh dihati
Fm                                           C
Adik bajanji indak ka bapisah lai
A#m                             Fm
Tapi apo nan tajadi dik oi
C#                    C          Fm
Sabana padiah hati di dutoi


Reff
A#m C
Apo salah denai dik kanduang
G# Fm
Apo salah denai batinggakan
A#m C
Manga pinangan urang nan batarimo
G# C Fm
Takuiknyo denai, adiak ka sansaro

Selasa, 19 Februari 2013

Hutan Adat Dalam RTRW Kabupaten Kerinci


Ada suatu yang menarik dalam PERDA No 24 Tahun 2012 yang di keluarkan oleh Kabupaten Kerinci tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci tahun 2012-2023. Pada pasal 33 tentang Kawasan Peruntukan Hak yang merupakan bagian dari Kawasan budidaya seperti yang tercantum pada pasal 31 berupa hutan adat dengan luas kurang lebih 1.202 (seribu dua ratus dua) hektar yang meliputi:
a. hutan adat Ulu Air Lempur Lekuk Limo Puluh Tumbi berada di Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya;
b. hutan adat Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Betung Kuning, berada di Desa Muara Air Dua Kecamatan Sitinjau Laut;
c. hutan adat Temedak berada di Desa Keluru Kecamatan Keliling Danau;
d. hutan adat Kaki bukit lengeh berada di Desa Pungut Mudik Kecamatan Air Hangat Timur;
e. hutan adat Bukit Tinggai berada di Desa Sungai Deras Kecamatan Air Hangat Timur;
f. hutan adat Bukit Sembahyang dan padun gelanggang berada di Desa Air Terjun Kecamatan Siulak;
g. hutan adat Bukit Sigi berada di Desa Tanjung genting Kecamatan Gunung Kerinci;
h. hutan adat Kemantan berada di Desa kemantan Kecamatan Air Hangat; dan
i. hutan adat Bukit Teluh berada di Kecamatan Batang Merangin.

Kabupaten Kerinci yang terletak di lembah pegunungan Bukit Barisan memiliki luas wilayah 420.000 hektar dan berpenduduk 307. 585 jiwa merupakan salah satu daerah yang masuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dimana 51,19 % atau 215.000 hektar menjadi hutan lindung dan hutan konservasi TNKS. Sebagai daerah konservasi, Pemerintah Kabupaten Kerinci mendukung upaya pelestarian keanekaragaman Hayati, Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam termasuk pengakuan terhadap Keberadaan dan status Kawasan Hutan Adat/Kawasan Kelola Rakyat.
Dalam rangka pelestarian Hutan Hak Adat maka Pemerintah Kabupaten Kerinci telah mengukuhkan/menetapkan dengan SK Hutan Hak Adat dalam Kabupaten Kerinci meliputi;
SK Bupati Kerinci No. 176 Tahun 1992 tentang  penetapan Hutan Adat Temedak Desa Keluru Kecamatan Kelling Danau dengan luas 23 Ha vegetasi Hutan Campuran,  pengelola lembaga adat desa Keluru.
SK Bupati Kerinci No. 226 Tahun 1993 tentang Penetapan Hutan Adat Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Bentung Kuning Muaro Air Dua dengan luas 858,95 Ha. Vegetasi Hutan primer dan kebun campuran dengan pengelolaan Lembaga Adat Hiang.
SK Bupati Kerinci No. 96 Tahun 1994 Tentang Penetapan Hutan Adat Hulu Air Lempur Lekuk 50 Tumbi Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya dengan luas 858,3 Ha. Vegetasi hutan primer, kayu manis dan kebun campuran dikelola oleh Lembaga Kerja Tetap (LKT) Lembaga Adat Lempur.
Untuk Hutan Hak Adat Bukit Sembahyang dan padun gelanggang (Desa Air Terjun) dan Hutan Hak Adat Bukit Tinggai (Desa Sungai Deras) belum ada ketetapan SK dari Pemerintah/Bupati Kerinci karena sedang dalam proses pengajuan. Sedangkan untuk Hutan Hak Adat Temedak dan Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur baru tahap proses pengukuran, belum ada penetapan SK dari Bupati Kerinci. (Sumber: DISHUTBUN Kerinci)
                Definisi mengenai hutan adat dalam UU 41 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa hutan adat merupakan kawasan hutan negara yang pengelolaannya diserahkan pada masyarakat adat sangat ber-kontradiksi dengan apa yang menjadi definisi hutan adat di Kabupaten Kerinci. Jauh sebelum dikeluarkannya UU 41 Tahun 1999, pemerintah kabupaten kerinci telah mengeluarkan SK Bupati Kerinci No. 176 Tahun 1992 tentang penetapan Hutan Adat Temedak Desa Keluru Kecamatan Kelling Danau dengan luas 23 Ha dengan  pengelola lembaga adat desa Keluru. Hutan adat ini tidak berada dalam hutan negara melainkan merupakan hak ulayat atau merupakan lahan milik masyarakat adat yang telah turun temurun pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat adat. 
Definisi hutan adat yang melenceng dari definisi hukum UU No.41 tersebut lantas menjadi hal luar biasa, karena hutan adat yang merupakan hutan hak adat hanya berada di Kabupaten Kerinci, Jambi. Dan diakui Pemda jauh sebelum adanya Reformasi Kehutanan.