Rabu, 25 Januari 2012

Hutan Hak Adat di Kabupaten Kerinci


Kabupaten Kerinci yang terletak di lembah pegunungan Bukit Barisan memiliki luas wilayah 420.000 hektar dan berpenduduk 307. 585 jiwa merupakan salah satu daerah yang masuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dimana 51,19 % atau 215.000 hektar menjadi hutan lindung dan hutan konservasi TNKS. Sebagai daerah konservasi, Pemerintah Kabupaten Kerinci mendukung upaya pelestarian keanekaragaman Hayati, Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam termasuk pengakuan terhadap Keberadaan dan status Kawasan Hutan Adat/Kawasan Kelola Rakyat.
Hutan Hak Adat Desa adalah kawasan lindung tempat yang mempunyai tutupan tumbuhan liar kehutanan dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi dan bentuk kehidupan yang beragam, status hukum positif dan kepastian dan kejelasan Paal batas kawasan kejelasan hak kepemilikan dan pengelolaan, mendapat dukungan teknis dan pendampingan berbagai pihak serta tertarik diluar batas kawasan pelestarian alam.
Pembentukan Hutan Hak Adat ini bertujuan untuk memberikan jaminan jangka panjang ketersediaan air dan pelindung kesuburan tanah pedesaan, memperbaiki kondisi mutu dan fungsi tanah, persediaan kultifar liar tanaman budidaya dan kebutuhan lainnya (tumbuhan obat, tumbuhan ritual) perlindungan keanekaragaman hayati ex-situ serta meningkatkan apresiasi, tanggug jawab sosial dan kejelasan hak pengusahaan dan pengelolaan masyarakat lokal terhadap hutan alam yang berlanjut, serta membantu pihak pengelola taman nasional dalam mengamankan zona inti TNKS.
Disisi lain secara langsung existensi Hutan Hak Adat Desa juga melindungi keanekaragaman nilai budaya masyarakat seperti identitas budaya, hubungan emosional kepada leluhurnya, pemeliharaan ikatan kelompok dan batas teritorial adat sehingga hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman flora dan fauna.
Status Hutan Hak Adat tidak sama dengan Hutan Negara karena status lahannya milik masyarakat adat (peninggalan ulayat).  Menurut UU. No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan dinyatakan bahwa Hutan Negara dapat berupa Hutan Adat, yaitu Hutan Negara yang diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat (rechtsgemeenschap). Hutan Adat sebelumnya disebut Hutan Ulayat, Hutan Marga, Hutan Pertuanan, atau sebutan lainnya.
Namun Hutan Adat yang terdapat di kab. Kerinci statusnya bukan Hutan Negara melainkan hak ulayat sehingga seharusnya disebut Hutan Hak Adat.
Kesadaran akan pentingnya kelestarian, kerasian dan keseimbangan ekosistem pendapatan telah ditunjukkan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat melalui kegiatan penghijauan dengan penanaman tanaman lainnya sejak tahun 1978-1979 dimana pada saat itu kondisi lahan berupa hutan dipenuhi dengan flora fauna khas setempat. Antusias dilaksanakan oleh masyarakat yang didukung penuh oleh Pemuka Adat.
Di Kabupaten Kerinci terdapat banyak hutan hak adat namun yang telah dikukuhkan ada sebanyak 7 hutan hak adat, terdiri dari:
3 Hutan Hak Adat Yang telah diakui secara hukum oleh Pemerintah Kabupaten Kerinci:
·         Hutan Adat Temedak Desa Keluru Kecamatan Keliling Danau (23 Ha)
·         Hutan Adat Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Bentung Kuning Muaro Air Dua (858,95 Ha)
·         Hutan Adat Hulu Air Lempur Lekuk 50 Tumbi Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya (858,3 Ha)
2 Hutan Hak Adat dalam proses pengajuan ketetapan dari Pemerintah Kabupaten Kerinci:
·         Hutan Hak Adat Bukit Sembahyang Air Terjun dan Padun Gelanggang Desa Air Terjun
·         Hutan Hak Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras
Dan 2 Hutan Hak Adat dalam tahap proses pengukuran:
·         Hutan Hak Adat Temedak
·         Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur
      Keberadaan Hutan Hak Adat ini sangat penting dalam mendukung pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia dan Kabupaten Kerinci khususnya karena didalam kawasan hutan hak adat terdapat berbagai flora dan fauna seperti Pinus (Pinus Merkusii), Surian (Toona Sureni), Mahoni (Swietenia mahagoni), Jati Putih (Gmelina arborea), Jati (Tectona grandis), Sengon (Paraserianthes falcataria), Durian (Durio zibethinus), cengkeh, kayu manis (Cinnamomum burmanii), kopi, bamboo, dan berbagai jenis burung, mamalia (babi), ular, ulat dan pacet.
      Hutan Hak Adat bertujuan untuk menjaga kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem yang meliputi unsur lingkungan, social, dan budaya. Fungsi Hak Adat Sendiri adalah untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; resapan air; menciptakan dan keserasian lingkungan fisik adat; dan mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Sebelum memanfaatkan dan mengambil Hasil Hutan Adat, masyarakat harus memiliki izin terlebih dahulu dari pengurus Hutan Adat seperti yang dilakukan oleh Lembaga Perwalian Masyarakat Kelompok Kerja Hutan Adat Nenek Limo Hiang Tinggi, Nenek Empat Betung Kuning dan Muaro Air Dua. Adapun persyaratan dalam pemanfaatan dan pengambilan Hasil Hutan Adat tersebut adalah mereka harus menanam kembali 50 bibit pohon untuk setiap satu pohon yang ditebang dan juga bersedia melakukan pemeliharaan sampai bibit tersebut hidup. Pohon-pohon yang sudah langka dan jumlahnya terbatas tidak boleh ditebang oleh masyarakat, seperti kayu embun (Taxus sumatrana). Hal ini bertujuan untuk menghindari kepunahan dari jenis pohon-pohon tersebut.
Apabila ada yang melanggar aturan tersebut maka akan dikenakan sanksi-sanksi kepada oknum yang melanggar dengan
1. Membayar denda ganti rugi berupa beras 1 piring dan 1 ekor ayam
2. Membayar denda ganti rugi berupa beras 20 gantang dan 1 ekor kambing
3. Membayar denda ganti rugi berupa beras 100 gantang dan 1 ekor kerbau
4.  Memusnahkan setiap bangunan pondok serta tanaman yang ada dalam kawasan hutan adat.
5. Dikeluarkan dari anggota masyarakat desa.

Kegiatan pengelolaan pengawasan Hutan Hak Adat dilakukan oleh lembaga adat masing-masing lokasi dengan mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga adat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan tersebut meliputi penjagaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian serta pembinaan. Sedangkan kegiatan untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan warga masyarakat setempat terhadap ketetapan adat dilaksanakan melalui forum Desa (Kenduri Sko, Rapat Adat, Pengajian dan peringatan hari-hari besar keagamaan).

Dalam pelaksanaan dan pengelolaan, penjagaan dan pengawasan Hutan Hak Adat terdapat kendala ataupun permasalahan yang dihadapi seperti:
a)      Belum tersediannya sarana pengamanan Hutan (pos jaga dan fasilitas penunjang)
b)      Tidak tersediannya dana pengelolaan dan pengawasan kawasan Hutan Hak Adat.
c)      Rendahnya tingkat perekonomian masyarakat sehingga timbul keinginan megambil kayu dalam kawasan hutan hak adat untuk kebutuhan pembangunan rumah tempat tinggal dan untuk perekonomian lainnya.
d)     Belum semua Desa yang memiliki Hutan Hak Adat mempunyai rumah adat sebagai tempat musyawarah pemangku adat dan pengelolaan Hutan Hak Adat serta pengajian adat.
Sebagai upaya pemecahan maslah diatas Pemerintah Daerah dan pemangku adat setempat mengambil langkah-langkah antara lain:
a.       Mengupayakan kejelasan status Hutan Hak Adat setempat dengan Surat Keputusan Pengukuhan dari Bupati Kerinci.
b.      Mengalokasikan dana APBD Tahun 2007 untuk kegiatan survei dan potensi Hutan Hak Adat.
c.       Mendorong peran serta masyarakat sejak penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan yang ditempuh melalui gerakan peningkatan kesadaran akan manfaat hutan hak adat.
d.      Upaya penyuluhan dan bantuan teknis pengelolaan.