Kamis, 12 April 2012

Kehutanan Masyarakat by Komunitas Konservasi Indonesia -WARSI

Teman-teman saya punya sedikit Info dari teman-teman WARSI
(Komunitas Konservasi Indonesia)



Berikut ini adalah artikel oleh warsi yang dikirimkan kepada saya ketika saya menanyakan tentang hutan masyarakat, karena kebetulan saya juga punya kegiatan yang sama di PC Sylva Indonesia Institut Pertanian Bogor

Untuk mengakomodir aspirasi dan kepentingan masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya hutan, sejak Oktober 2000 lalu, WARSI telah mendorong sebuah pendekatan baru menuju pengelolaan yang adil, demokratis serta berkelanjutan melalui konsep pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat melalui program community base forest management atau CBFM. Tujuannya untuk mewujudkan pengelolaan dan keberlanjutan sumber daya alam seperti sumber daya hutan, dengan menempatkan posisi masyarakat sebagai bagian terpenting dari sumber daya itu sendiri. Dimana masyarakat mendapatkan kepercayaan dan kesempatan untuk ikut mengelola hutan rakyat sesuai dengan nilai dan konsep yang mereka miliki.

CBFM telah dikembangkan di lima kabupaten di empat propinsi. Diantaranya di Sumatra Barat di Kabupaten Agam, desa Koto Malintang, Di Bengkulu di Kabupaten Rejang Lebong desa Ladang Palembang, di Sumatra Selatan di Kabupaten Muara Enim Kecamatan Gunung Megang desa Eks Marga Benakat.Khusus di propinsi Jambi, terdapat di dua desa di dua kabupaten yakni desa Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo dan di desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin.
Pengelolaan Hutan Dengan Konsep CBFM. Community Base Forest Management atau sistem hutan kerakyatan merupakan sistem pengelolaan sumber daya alam hutan yang dikembangkan oleh masyarakat dilingkungannya bagi kesejahteraannya. Dimana hutan bukan sekedar tegakan pohon melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan wilayah hukum adat yang elemennya terdiri atas hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, ladang, kebun, pemukiman, tanah keramata dan komunitas serta sistem ekologinya. Sistem ini memberikan syarat bagi berlangsungnya kehidupan. Misalnya sebagai penyedia air, menjaga kesuburan tanah, penyedia bahan makanan, papan, sandang, obat-obatan dan religi. 

Kegiatan fasilitasi oleh fasilitataor WARSI di lapangan dilakukan melalui penggalian aspirasi, pendokumentasian dan mensosialisasikannya dalam setiap pertemuan di desa, baik secara formal maupun informal. Mulai dari level dusun hingga ke tingkat Bupati. Sebagai contoh, di Propinsi Jambi yakni di desa Batu Kerbau, kegiatan fasilitasi telah mengasilkan “Piagam Kesepakatan Masyarakat Adat Desa Batu Kerbau” untuk pengelolaan sumber daya alam. 

Dilanjutkan dengan dikeluarkan Permenhut No 49/Menhut-II/2008 tentang hutan desa.  Hutan desa merupakan kawasan hutan negara yang dikelola lembaga desa yang ditujukan untuk kemakmuran masyarakat desa. Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.

Warsi melihat peluang ini sangat dinantikan dengan mengusung hutan desa pertama di Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo seluas 2.356 ha. Melalui Surat Nomor:522/B312/Hutbun, Bupati  Bungo mengusulkan kawasan tersebut untuk ditetapkan sebagai pencadangan areal kerja hutan desa untuk Lubuk Beringin. Dan langkah ini dilanjutkan dengan pengusulan hutan desa di 23 desa di Provinsi Jambi yang meliputi Dusun Senamat Ulu, Laman Panjang dan Buat di Kabupaten Bungo,dan 17 desa di empat Kecamatan, Kabupaten Merangin, serta Desa Olak Besar, Desa Jelutih dan Desa Hajran di Batanghari. Total wilayah meliputi 48.326,69 ha.

Tidak hanya di Jambi warsi juga menginisiasi pegusulan dua hutan nagari di Sumatera Barat sejak tahun 2010, yaitu Kenagarian Simanau, Kecamatan Tigo Lurah, Kabuapaten Solok dan Jorong Simancuang, Kenagarian Alam Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan. Semua hutan desa dan hutan nagari ini telah mendapakan SK penetapan dari menteri dan untuk dapat mengelola hutan desa tersebut maka harus dibentuk kelompok pengelola hutan desa yang akan membuat Rencana Kerja Hutan Desa (RKHD). RKHD ini akan disetujui lagi oleh Gubernur.
Dengan adanya RKHD ini masyarakat akan mengelola dan memanfaatkan hutan desa yang sudah di SK kan oleh Menteri Kehutanan tersebut. Kelompok pengelola hutan desa juga akan menyusun rencana kerja tahunan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar