Kabupaten Kerinci yang terletak di lembah pegunungan Bukit Barisan
memiliki luas wilayah 420.000 hektar dan berpenduduk 307. 585 jiwa merupakan
salah satu daerah yang masuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
dimana 51,19 % atau 215.000 hektar menjadi hutan lindung dan hutan konservasi
TNKS. Sebagai daerah konservasi, Pemerintah Kabupaten Kerinci mendukung upaya
pelestarian keanekaragaman Hayati, Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam
termasuk pengakuan terhadap Keberadaan dan status Kawasan Hutan Adat/Kawasan
Kelola Rakyat.
Hutan Hak Adat Desa adalah kawasan lindung tempat
yang mempunyai tutupan tumbuhan liar kehutanan dengan keanekaragaman jenis yang
cukup tinggi dan bentuk kehidupan yang beragam, status hukum positif dan
kepastian dan kejelasan Paal batas kawasan kejelasan hak kepemilikan dan pengelolaan,
mendapat dukungan teknis dan pendampingan berbagai pihak serta tertarik diluar
batas kawasan pelestarian alam.
Pembentukan Hutan Hak Adat ini bertujuan untuk
memberikan jaminan jangka panjang ketersediaan air dan pelindung kesuburan
tanah pedesaan, memperbaiki kondisi mutu dan fungsi tanah, persediaan kultifar
liar tanaman budidaya dan kebutuhan lainnya (tumbuhan obat, tumbuhan ritual)
perlindungan keanekaragaman hayati ex-situ serta meningkatkan apresiasi,
tanggug jawab sosial dan kejelasan hak pengusahaan dan pengelolaan masyarakat
lokal terhadap hutan alam yang berlanjut, serta membantu pihak pengelola taman
nasional dalam mengamankan zona inti TNKS.
Disisi lain secara langsung existensi Hutan Hak Adat Desa juga melindungi
keanekaragaman nilai budaya masyarakat seperti identitas budaya, hubungan
emosional kepada leluhurnya, pemeliharaan ikatan kelompok dan batas teritorial
adat sehingga hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman flora dan fauna.
Status
Hutan Hak Adat tidak sama dengan Hutan Negara karena status lahannya
milik masyarakat adat (peninggalan ulayat).
Menurut UU. No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan dinyatakan bahwa Hutan
Negara dapat berupa Hutan Adat, yaitu Hutan Negara yang diserahkan pengelolaannya
kepada masyarakat hukum adat (rechtsgemeenschap). Hutan Adat sebelumnya disebut
Hutan Ulayat, Hutan Marga, Hutan Pertuanan, atau sebutan lainnya.
Namun Hutan Adat yang terdapat di kab. Kerinci
statusnya bukan Hutan Negara
melainkan hak ulayat sehingga seharusnya disebut Hutan Hak Adat.
Kesadaran akan pentingnya kelestarian, kerasian dan
keseimbangan ekosistem pendapatan telah ditunjukkan oleh Pemerintah Daerah dan
masyarakat melalui kegiatan penghijauan dengan penanaman tanaman lainnya sejak
tahun 1978-1979 dimana pada saat itu kondisi lahan berupa hutan dipenuhi dengan
flora fauna khas setempat. Antusias dilaksanakan oleh masyarakat yang didukung
penuh oleh Pemuka Adat.
Di
Kabupaten Kerinci terdapat banyak hutan hak adat namun yang telah dikukuhkan
ada sebanyak 7 hutan hak adat, terdiri dari:
3
Hutan Hak Adat Yang telah diakui secara hukum oleh Pemerintah Kabupaten
Kerinci:
·
Hutan
Adat Temedak Desa Keluru Kecamatan Keliling Danau (23 Ha)
·
Hutan
Adat Nenek Limo Hiang Tinggi Nenek Empat Bentung Kuning Muaro Air Dua (858,95
Ha)
·
Hutan
Adat Hulu Air Lempur Lekuk 50 Tumbi Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya (858,3
Ha)
2
Hutan Hak Adat dalam proses pengajuan ketetapan dari Pemerintah Kabupaten
Kerinci:
·
Hutan
Hak Adat Bukit Sembahyang Air Terjun dan Padun Gelanggang Desa Air Terjun
·
Hutan
Hak Adat Bukit Tinggai Desa Sungai Deras
Dan
2 Hutan Hak Adat dalam tahap proses pengukuran:
·
Hutan
Hak Adat Temedak
·
Hutan
Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur
Keberadaan
Hutan Hak Adat ini sangat penting dalam mendukung pelestarian keanekaragaman
hayati di Indonesia dan Kabupaten Kerinci khususnya karena didalam kawasan
hutan hak adat terdapat berbagai flora dan fauna seperti Pinus (Pinus Merkusii), Surian (Toona Sureni), Mahoni (Swietenia mahagoni), Jati Putih (Gmelina arborea), Jati (Tectona grandis), Sengon (Paraserianthes falcataria), Durian (Durio zibethinus), cengkeh, kayu manis (Cinnamomum burmanii), kopi, bamboo, dan
berbagai jenis burung, mamalia (babi), ular, ulat dan pacet.
Hutan
Hak Adat bertujuan untuk menjaga kelestarian, keserasian, dan keseimbangan
ekosistem yang meliputi unsur lingkungan, social, dan budaya. Fungsi Hak Adat
Sendiri adalah untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;
resapan air; menciptakan dan keserasian lingkungan fisik adat; dan mendukung
pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Sebelum memanfaatkan
dan mengambil Hasil Hutan Adat, masyarakat harus memiliki izin terlebih dahulu
dari pengurus Hutan Adat seperti yang dilakukan oleh Lembaga Perwalian
Masyarakat Kelompok Kerja Hutan Adat Nenek Limo Hiang Tinggi, Nenek Empat
Betung Kuning dan Muaro Air Dua. Adapun persyaratan dalam pemanfaatan dan
pengambilan Hasil Hutan Adat tersebut adalah mereka harus menanam kembali 50
bibit pohon untuk setiap satu pohon yang ditebang dan juga bersedia melakukan
pemeliharaan sampai bibit tersebut hidup. Pohon-pohon yang sudah langka dan jumlahnya
terbatas tidak boleh ditebang oleh masyarakat, seperti kayu embun (Taxus sumatrana). Hal ini bertujuan
untuk menghindari kepunahan dari jenis pohon-pohon tersebut.
Apabila
ada yang melanggar aturan tersebut maka akan dikenakan sanksi-sanksi kepada
oknum yang melanggar dengan
1. Membayar denda ganti rugi berupa beras 1 piring dan 1 ekor ayam
2. Membayar denda ganti rugi berupa beras 20
gantang dan 1 ekor kambing
3. Membayar denda ganti rugi berupa beras
100 gantang dan 1 ekor kerbau
4.
Memusnahkan
setiap bangunan pondok serta tanaman yang ada dalam kawasan hutan adat.
5. Dikeluarkan dari anggota masyarakat desa.
Kegiatan pengelolaan pengawasan Hutan Hak Adat
dilakukan oleh lembaga adat masing-masing lokasi dengan mengacu kepada
ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga adat dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kegiatan tersebut meliputi penjagaan, pemeliharaan, pengawasan,
dan pengendalian serta pembinaan. Sedangkan kegiatan untuk meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan warga masyarakat setempat terhadap ketetapan adat
dilaksanakan melalui forum Desa (Kenduri
Sko, Rapat Adat, Pengajian dan peringatan hari-hari besar keagamaan).
Dalam
pelaksanaan dan
pengelolaan, penjagaan dan pengawasan Hutan Hak Adat terdapat kendala ataupun
permasalahan yang dihadapi seperti:
a)
Belum tersediannya sarana pengamanan Hutan (pos
jaga dan fasilitas penunjang)
b)
Tidak tersediannya dana pengelolaan dan
pengawasan kawasan Hutan Hak Adat.
c)
Rendahnya tingkat perekonomian masyarakat
sehingga timbul keinginan megambil kayu dalam kawasan hutan hak adat untuk
kebutuhan pembangunan rumah tempat tinggal dan untuk perekonomian lainnya.
d)
Belum semua Desa yang memiliki Hutan Hak Adat
mempunyai rumah adat sebagai tempat musyawarah pemangku adat dan pengelolaan Hutan
Hak Adat serta pengajian adat.
Sebagai upaya pemecahan maslah diatas Pemerintah
Daerah dan pemangku adat setempat mengambil langkah-langkah antara lain:
a.
Mengupayakan kejelasan status Hutan Hak Adat setempat dengan Surat Keputusan Pengukuhan dari Bupati
Kerinci.
b.
Mengalokasikan dana APBD Tahun 2007 untuk
kegiatan survei dan potensi Hutan Hak
Adat.
c.
Mendorong peran serta masyarakat sejak
penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan yang
ditempuh melalui gerakan peningkatan kesadaran akan manfaat hutan hak adat.
d.
Upaya penyuluhan dan bantuan teknis pengelolaan.