Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Maret 2013

ayat 4 Pasal 9 UU No 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terlupakan


Gambar diatas merupakan potongan dari UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria. pasal 19 ini menjelaskan tentang pemberian kepastian hukum atas hak-hak atas tanah, baik hak milik, hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak-pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut-hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut (Pasal 16 ayat (1) UU No 5 Tahun 1960). sepertinya apa yang amanatkan oleh ayat 4 pasal 19 ini sudah dilupakan oleh pemerintah, atau jangan-jangan Pemerintah saat ini memang tidak tahu bahwa ada kalimat ini dalam UUPA. jika kita ambil sudut pandang yang berpikir positif, mungkin saja ada hal-hal lainnya yang membuat apa yang di amanatkan oleh ayat 4 pasal 19 ini tidak dilaksanakan pada saat ini. Namun Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk mempermudah urusan masyarakat mau tidak mau harus menjalankan apa yang diamanatkan oleh UU ini.

Rabu, 13 Juni 2012

Kerinci is an Endangered Culture


“Adat bersendi sarak, sarak bersendi kitabullah.” Itulah kata-kata yang sering disampaikan ketika seorang pemuka adat dalam suatu upacara adat di Kabupaten Kerinci. Melihat kedekatan kekerabatan antara kerinci dan minangkabau, penulis mencoba menelisik dari sejarah minangkabau dari manakah asal-usul kalimat ini.
Kalimat ini lahir dari suatu kompromi antara dua kubu filsafat yang berbeda. Sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau, masyarakat Minangkabau mengatur kehidupan masyarakatnya berdasarkan adat Minangkabau. Dasar filsafah adat Miangkabau adalah “Nan satitiek(setitik) jadikan lauik (laut), nan sakapa(sekepal) jadikan gunuang, alam takambang jadikan guru” (Lihat tulisan Mr. Nasroen). Singkatnya dasar adat Miangkabau adalah hukum alam yang terhampar dalam setiap segi kehidupan kita.
Sedangkan agama Islam yang mendasarkan ajarannya kepada kitab Alquran sebagai petunjuk Tuhan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Pertentangan keduanya telah melahirkan persengketaan yang mendalam antara kaum adat dan kaum agama. Setelah melalui peperangan dan tindakan kekerasan, akhirnya para yang bersengketa mencari solusi damai dengan rumusan “Adat bersendi sarak, sarak bersendi Kitabulah. Ini adalah contoh win-win solution. Kaum adat tidak perlu mengubah ajarannya, demikian juga dengan kaum agama. Mengapa ? Menurut ajaran agama Islam, alam terkembang adalah ciptaan Tuhan. Adat Minangkabau menjadikan alam terkembang sebagai dasar perumusan hukum-hukum adat. Dengan demikian tidak seharusnya dipertentangan antara hukum adat dengan hukum Islam, Karena kedua-duanya berasal dari ciptaan Tuhan. Maka lahirlah perdamaian antara kaum agama dengan kaum adat berdasarkan rumusan : “adat bersendi sarak, sarak bersendi kitabulah”. (Subari, 2009)
Namun seiring dengan berjalannya waktu Peran lembaga adat kini mulai terdegradasi seiring menguatkan peran pemerintahan formal di Kerinci sejak bergabungnya daerah ini dengan Provinsi Jambi sekitar 50 tahun lalu. Tokoh-tokoh adat umumnya baru muncul ketika pejabat daerah dan pejabat nasional berkunjung ke Jambi. Mereka tampak dengan pakaian khas Kerinci. Namun, selain kegiatan seperti itu, peran tokoh adat seperti tenggelam.( Musnardi, dalam KOMPAS Online Senin, 3 Mei 2010)

Anak murai terbang kesasak
tibo disasak makan padi
dari nenek turun kemama
tibo dimamak turun kekami.

Begitulah bagaimana seharusnya suatu adat istiadat selalu diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucu. Namun saat ini minat para pemuda untuk mendalami aturan adat istiadat semakin menurun. Perkembangan media hibrida seperti smartphone, internet, dll membuat generasi muda di Kerinci semakin individualis, mereka menjadi tidak peka akan lingkungan mereka sendiri. Budaya-budaya barat menjadi panutan bagi banyak remaja saat ini seperti gaya berpakaian yang seba sempit dan terbuka, berbicara dengan mengucapkan kata-kata kotor dan berbicara tidak sopan kepada orang yang lebih tua. Nauzubillahiminzalik
Jika hal seperti ini di biarkan maka selesailah sudah riwayat adat-istiadat Kerinci. Di masa yang akan datang anak-cucu kita hanya akan mendengar cerita tentang adanya adat-istiadat yang “pernah” berlaku di Kerinci tanpa pernah melihat bagaimana wujud real dari norma-norma kesopanan dan adat-istiadat itu.

Coba lihat dua artikel dibawah ini:


Apanya yang “adat bersendi sarak”?? apanya yang “adat bersendi kitabullah”. Bagaimana mungkin kita mempertahankan adat istiadat sedangkan generasi mudanya tidak mempunyai ilmu-ilmu dasar dalam mempelajari adat istiadat. Saat ini secara perlahan tapi pasti adat istiadat hanya akan menjadi suatu formalitas belaka hingga beberapa dekade mendatang.
Kita butuh suatu lembaga khusus yang mengelola lembaga keagamaan dan adat istiadat di Kerinci. Coba lihat! Seberapa banyakkah literatur yang membahas tentang kebudayaan Kerinci? Saat ini memang masih ada buku yang membahas hal tersebut, namun pastilah buku itu berumur lebih dari 20 tahun, kusam, dan sudah tidak jelas tulisannya. Beberapa hasil photocopy dari salinan aslinya pun sudah tidak jelas huruf yang tertera di dalam buku.

Kamis, 12 April 2012

JAS MERAH BU!!

JAS MERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah) BU! (gw tambahin dikit BU = budaya )

Slogan yang dikumandangkan oleh proklamator kita bung Karno ini memang mempunyai arti yang mendalam bahkan sangat mendalam. Bagaimana bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai proses-proses sejarah itu terjadi.

baru saja beberapa saat yang lalu saya teringat akan suatu situs dari belanda yang memuat foto-foto dari zaman dahulu kala.. fokus saya disini adalah foto-foto yang berasal dari daerah kabupaten kerinci.

klik! saya masuk ke http://collectie.tropenmuseum.nl , kemudian saya masukkan kata kunci "kerintji"..
jreett... keluarlah foto dari masa lampau yang sangat memukau bagi saya. ketika melihat foto tersebut, saya merasa tenggelam dan hanyut melalui lorong waktu dan dalam sekejap saya berada pada masa ketika foto itu di ambil. suatu keseruan sendiri ketika saya melihat foto dan kemudian melihat keterangan yang ada pada foto tersebut, dan saya bertanya dimanakah lokasi yang ditampilkan pada foto tersebut, bagaimana keadaannya sekarang. sangat seru sekali apalagi foto tersebut adalah tempat yang sangat kita kenal. kita membandingkan bagaimana keadaan pada masa itu, bagaimana perkembangannya selama ini.

hari ini satu lagi mimpi saya bertambah yaitu saya ingin mempelajari budaya kerinci dan mengunjungi museum di Belanda yang mebpunyai koleksi benda bersejarah dan foto tentunya yang berkaitan dengan kerinci.

 pameran pusaka huruf incung si alun-alun sungai penuh
(kira-kira begitu transletan dari bahasa belanda nya)




seorang bapak tua sedang menjemur kopi

situs aslinya di sini nih!! Klik Aja!!